Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian...

Rabu, 09 April 2014

KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT dan PEMERINTAH DAERAH TERKAIT DENGAN DANA BAGI HASIL


logo stisipol
Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Terkait Dengan Dana Bagi Hasil
Makalah
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Administrasi Keuangan Semester V



Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang

Oleh :

Hendra Hamongan Gurning

  
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK RAJA HAJI TANJUNGPINANG
2011

KATA PENGANTAR

Rasa syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa,  karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Dalam makalah ini kami membahas tentang “Kewenangan Pmerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Terkait dengan Dana Bagi Hasi”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin.


Tanjungpinang, 28 Oktober 2011

                                                                                       Penulis

            DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................            i
DAFTAR ISI.................................................................................................           ii
BAB I Pendahuluan......................................................................................           1
A.    Latar Belakang........................................................................................           1
B.     TujuanPenulisan......................................................................................           1
C.     Perumusan Masalah................................................................................           1
BAB II Kewenangan Dana Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah ….......................................................................................................           3
1.      Pengertian...............................................................................................           3
A.  Dana Bagi hasil..................................................................................           3
B.  Minyak Bumi.....................................................................................           4
C.  Gas Bumi...........................................................................................           5
D.  Dana Alokasi Umum..........................................................................           5
E.   Dana Alokasi Khusus.........................................................................           6
2.      Permasalahan..........................................................................................           6
BAB III Penutup...........................................................................................           9
A.    Kesimpulan.............................................................................................           9
B.     Saran  .....................................................................................................           9

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................          iii


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah salah satu aspek dari hubungan pusat dan daerah yang terjadi karena adanya pembagian kewenangan dan fungsi  diantara tingkatan pemerintahan sebagai perwujudan dari pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, antara tingkatan-tingkatan pemerintahan dan pembagian sumber daya masing-masing daerah dapat sesuai satu sama lain dibawah supervisi pusat. Lebih mendasar lagi, hubungan pusat dan daerah menyangkut pembagian kekuasaan dalam pemerintahan. Hak mengambil keputusan dibidang anggaran pemerintah yaitu tentang bagaimana memperoleh dan membelanjakannya.
Untuk mendukung penyelenggaran otonomi daerah diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.

B.     Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari makalah ini adalah :
1.      Untuk memenuhi salah satu tugas yang diberikan oleh dosen.
2.      Agar mahasiswa dapat mengetahui dan mengerti tentang dana bagi hasil daerah.
3.      Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja hasil-hasil pendapatan daerah yang ada di Tanjungpinang ini.
4.      Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja sumber-sumber pendapatan daerah di Tanjungpinang ini.

C.    Perumusan Masalah
Ada pun masalah-masalah yang terdapat dalam makalah ini yaitu :
1.      Apakah dana bagi hasil sudah merata disetiap daerah?
2.      Bagaimana pembagian dana bagi hasil daerah?
3.      Apakah sumber-sumber dana bagi hasil dapat dikelola dengan baik?

BAB II
Kewenangan Dana Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah

1.      Pengertian
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi”. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.

  1. Dana Bagi Hasil
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah Jubaedah (2005:108) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.
Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan kekayaan daerah. Dimana menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari pajak terdiri dari :
1.      Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2.      Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB),
3.      Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”.
Sedangkan pada pasal 11 ayat 2 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya alam terdiri dari :
1.      kehutanan,
2.      pertambangan umum,
3.      perikanan,
4.      pertambangan minyak bumi,
5.      pertambangan gas bumi,
6.      pertambangan panas bumi ”.
Proporsi Dana Bagi Hasil menurut UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:

Dalam Sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Sebelum dilakukan pembagian penghitungan bagi hasil, hal pertama yang harus diketahui adalah definisi daerah penghasil. Hal ini penting karena akan mempengaruhi presentase perhitungan bagi hasil. Apabila suatu lokasi pertambangan berada di darat (onshore), mudah bagi kita untuk menentukan lokasi wilayah dari pertambangan tersebut.
Namun yang menjadi masalah, bagaimana menentukan kriteria daerah penghasil bagi lokasi yang terletak di laut (off shore)?
Daerah penghasil untuk wilayah offshore ditentukan sbb:
a.       Jika wilayah pertambangan tersebut berada > 12 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk wilayah pemerintah pusat
b.      Jika wilayah pertambangan tersebut berada antara 4 - 12 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk wilayah pemerintah provinsi dimana lokasi tersebut berada
c.       Jika wilayah pertambangan tersebut berada kurang dari 4 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk wilayah pemerintah kabupaten/kota dimana lokasi tersebut berada

  1. Minyak Bumi
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan 15,5% untuk daerah. Dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi untuk daerah sebesar 15% dibagi dengan imbangan 3% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Sedangkan sisa dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi untuk daerah yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
Bagian yang diterima oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota tergantung dari definisi daerah penghasil. Jika daerah penghasil merupakan pemerintah pusat (> 12 mil), maka hasil dari lapangan migas tersebut 100% menjadi milik pemerintah pusat. Jika daerah penghasil termasuk wilayah provinsi ( 4-12 mil), maka dari 15% share daerah, 5% merupakan bagian pemerintah provinsi sedangkan 10% sisanya menjadi hak seluruh kabupaten/kota di provinsi tersebut (dibagi rata). Jika daerah penghasil termasuk wilayah kabupaten/kota (<4 mil), maka dari 15% share daerah, pemerintah provinsi mendapatkan 3%, kabupaten/kota penghasil mendapatkan 6% dan kabupaten/kota lainnya mendapatkan 6% (dibagi rata).

  1. Gas Bumi
Penerimaan pertambangan gas bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan gas bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah dan 30,5% untuk daerah. Dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah sebesar 30% dibagi dengan imbangan 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12% dibagikan untuk Kabupaten/Kota dalam provinsi bersangkutan.
Sedangkan sisa dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan

  1. Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan komponen terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Sony Yuwono, Dwi Cahyono Utomo, Suheiry Zein, dan Azrafiany A.R (2008) Dana Alokasi Umum digunakan untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26% (dua puluh enam persen) dari penerimaan dalam negeri neto.
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.


  1. Dana Alokasi Khusus
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah
* Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi / prasarana baru, pembangunan jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer.
* Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas nasional.
Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis tidak dapat dibiayai oleh dana alokasi umum.

2.      Permasalahan
Masalah pembagian dan alokasi dana bagi hasil antara pusat dan daerah penghasil migas telah diatur dalam hukum positif di Indonesia, yaitu Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan (selanjutnya disebut UU Perimbangan Keuangan. Selain itu di dalam Pasal 20 ayat (2) ditetapkan pembagian lain ke daerah yaitu sebanyak 0,5 % dari hasil pertambangan migas dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan dasar.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa ketentuan yang mengatur  jumlah alokasi dana bagi hasil yang menjadi hak daerah penghasil migas dan waktu pendistribusiannya sebenarnya telah ada, namun belum dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Salah satu penyebabnya karena sanksi atas pelanggaran kewajiban juga tidak ada. Sementara itu, ketentuan-ketentuan khusus pertambangan belum ada yang mengatur mengenai mekanisme penuntutan hak oleh pihak-pihak yang berhak atas hasil pertambangan tersebut. Hak disini dapat berarti hak untuk mendapatkan bagian dari hasil, hak untuk memperoleh bagian tepat waktu, hak untuk turut serta merasakan manfaat dari pertambangan tersebut, dan hak untuk memperoleh informasi terkait dengan hak dan kewajiban pihak terkait.
Ketiadaan peraturan ini tidak lantas membuat pemerintah daerah penghasil migas tidak mampu berbuat apapun untuk menuntut hak mereka. Saat ini, pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut UU KIP), yang akan mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010. Pasal 3 UU KIP menegaskan bahwa Undang-Undang ini bertujuan untuk; (1) menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu keputusan publik; (2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan kebijakan publik; serta (3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Lebih lanjut lagi tujuan yang ingin dicapai nantinya adalah pemerintahan yang bersifat transparan dengan fungsi pengawasan yang baik.
Hak daerah penghasil migas untuk meminta informasi sehubungan dengan latar belakang ditetapkannya pembagian hasil atas pertambangan migas serta alokasi dana sebenarnya sudah diatur di dalam Undang-Undang. Pasal 4 ayat (2) UU KIP memberi hak kepada setiap orang (dalam hal ini termasuk kelompok orang, badan hukum, atau badan publik) untuk mengetahui informasi publik. Yang dimaksud dengan informasi publik berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU KIP adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola, dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara dan penyelenggaraan Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dan BP Migas termasuk dalam kategori Badan Publik berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU KIP karena sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD. Karena memenuhi unsur sebagai Badan Publik, maka sudah seharunya Pemerintah Pusat dan BP Migas memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang diminta oleh Pemerintah Daerah Penghasil Migas terkait dengan latar belakang penetapan alokasi dana bagi hasil, realisasi dana bagi hasil, hingga ketepatan waktu penyerahannya.
UU Perimbangan Keuangan telah menetapkan hak daerah penghasil migas sebesar 15,5 % dengan perincian seperti tersebut di atas serta waktu distribusi triwulan. Oleh sebab itu, sudah seharusnya ketentuan tersebut menjadi acuan untuk mengalokasikan dana ke daerah penghasil tersebut. Segala kebijakan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah alokasi dana maupun kebijakan yang menyebabkan keterlambatan pengalokasian dana wajib diinformasikan ke daerah penghasil sebagai pihak terkait dan publik yang meminta informasi tersebut.  Sementara itu, UU KIP juga telah memberikan penjelasan mengenai mekanisme memperoleh informasi yang diatur dalam Pasal 21  sampai dengan Pasal 22 UU KIP, yang mana ketentuan teknisnya lebih rinci akan diatur dalam Petunjuk Teknis mengenai Pengelolaan dan Pelayanan Informasi Publik. Mekanisme memperoleh informasi ini didasarkan pada prinsip cepat, tepat waktu, dan biaya ringan.
Badan Publik “hanya” berhak menyatakan informasi tersebut tidak dapat diberikan dengan menyertakan alasannya apabila merupakan kategori informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 UU KIP, yaitu informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum, dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, dapat membahayakan pertahanan dan keamanan Negara, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, dapat merugikan ketahanan ekonomi nasional, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri, dapat mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir ataupun wasiat sesorang, dapat mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau surat-suart Badan Publik yang bersifat rahasia, serta informasi yang tidak dapat diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
UU KIP seharusnya dapat menjadi sarana bagi publik sebagai pihak yang terkait dalam berbagai kebijakan pemerintah untuk berpartisipasi langsung mengawasi kinerja aparat pemerintah. Pemerintah daerah yang mana di satu sisi sebagai pihak Pemohon informasi (mewakili kepentingan publik) sudah saatnya bertindak pro aktif dalam meminta informasi terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat terutama yang memiliki hubungan langsung dengan daerahnya. Hal ini untuk membantu mewujudkan praktek penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) karena kinerja Badan Publik (dalam hal ini Departemen Keuangan dan BP Migas) yang menggunakan dana rakyat (mendapatkan dana dari APBN dan/atau APBD) terpantau dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, diharapkan Badan Publik yang bersangkutan akan berusaha memperlihatkan kinerja yang baik dengan adanya transparansi setiap kegiatan.







BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dana bagi hasil merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri dari : kehutanan, pertambangan umum, perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan minyak bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak dan pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan 15,5% untuk daerah.

B.     Saran
Pemerintah Daerah seringkali merasa tidak mendapatkan porsi DBH yang cukup untuk pembangunan daerahnya. Karena itu pula, Pemda selalu mengkritik Pemerintah Pusat yang dinilai tidak transparan dalam menentukan dan menetapkan besaran DBH bagi daerah. Terkesan Pemerintah Pusat hanya sekedar memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang diubah menjadi UU 33/2004,  yang mewajibkan dana perimbangan meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang ditetapkan setiap tahun anggaran dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sisi lain Pemerintah Pusat tidak memperhatikan secara sungguh-sungguh,  apa yang menjadi tuntutan dan harapan daerah selama ini. Untuk itu penulis menyampaikan beberapa saran untuk perbaikan dan perkembangan DBH :
1.      UU 33 tahun 2004 yang secara langsung memuat kepentingan daerah, harus memberikan akses yang seluas-luasnya kepada daerah untuk memperoleh DBH. Pemda  harus berpartisipasi dalam proses penetapan dan perhitungannya, sekurang-kurangnya tersedianya informasi yang transparan dan akuntabel bagi daerah.
2.      Dalam hal terjadi disharmoni atau terdapatnya cacat kepentingan daerah pada UU 33/2004, Kami berpendapat dan setuju akan  perlunya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mendapatkan  DBH yang pantas.
3.      Perlunya pembenahan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah. Oleh sebab itu, Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus menjadi payung hukum dan diperlukan peraturan teknis lainnya yang memungkinkan perolehan DBH menjadi maksimal.
4.      Pemerintah Daerah seharusnya tidak hanya  menggantungkan pembangunan daerahnya melalaui DBH dan APBD saja.  Pemerintah Daerah sebaiknya mencari cara-cara baru yang lebih progressif antara lain dengan membuka daerahnya bagi pengembangan investasi dan strategi peningkatan ekonomi lainnya yang feasible dilakukan.
5.      Pemerintah pusat harus memastikan bahwa pencarian dana bagi hasil dapat mencapai daerah sebelum tutup tahun anggaran sehingga daerah masih bisa memanfaatkannya. Masalah penyerapan anggaran tiap tahun yang selalu muncul belum banyak memberi pelajaran bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan perbaikan.
6.      Perlunya dilakukan perubahan pada undang-undang pertambangan atau segera menerbitkan peraturan pemerintah yang lebih bersifat teknis,  karena dana  bagi hasil atas investasi di bidang pertambangan belum ideal.
7.      Perlu juga dicermati posisi negara terhadap korporasi produsen SDA (sumber daya alam), apakah kebijakan negara sudah secara adil menguntungkan keduanya.  Boleh jadi, Negara banyak dirugikan dalam berbagai kontrak pertambangan atau ada pihak-pihak tertentu yang mengambil keuntungan jangka pendek sehingga Negara dirugikan dan potensi penerimaan Negara dari sektor pertambangan menjadi berkurang.
8.      Pemda semestinya dapat juga membuat perkiraan potensi penerimaannya, sehingga terdapat data yang dapat diperbandingkan apabila terjadi selisih perhitungan yang cukup besar yang dibuat oleh Pemerintah pusat. Pertimbangannya adalah perhitungan dana bagi hasil adalah hal yang tidak mudah/rumit sebab banyak variabel yang turut mempengaruhi termasuk keadaan keuangan Negara secara nasional dan banyaknya departemen berikut “kepentingan”  yang menyertai dalam merumuskan formula dan perhitungan dana bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA

Sumber dari Undang-undang

Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara

Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah

Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah

Sumber dari Buku

Kansil, CST. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Halim, Abdul.2002.  Akuntasi Dan Pengendalian Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.

Sumber dari Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara

Popular Post