Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian...

Senin, 03 Maret 2014

MENDORONG ANAK AGAR GEMAR MEMBACA


Ketika kita search ke google tentang judul "Mendorong anak agar gemar membaca" , maka kita akan disuguhkan berbagai cara, tips dan strategi agar dapat mudah dilakukan. sayangnya tidak banyak yang mau perduli lagi. GMKI? apakah anda termasuk didalam yang tidak perduli itu? Harapannya TENTU TIDAK. 



Kalau dahulu ada pameo yang berkata, “Buku adalah jendela pengetahuan,” maka sekarang mungkin sudah pantas diubah menjadi, “Internet adalah jendela pengetahuan.” Karena internet sudah merupakan perpustakaan terbesar, termurah, termudah diakses dan terbuka sepanjang 24 jam.
Tetapi perpustakaan yang bagaimana pun tidak ada gunanya bagi mereka yang tidak suka membaca. Dan kesukaan membaca itu pada umumnya paling baik dan
paling mudah ditanamkan ketika anak-anak masih sangat muda.

Ketika putra pertama kami duduk di kelas 3 dan 4 di Edison Elementary School, Eugene, Oregon, USA, tahun 1983-1985, ada satu perlakuan yang menarik terhadap murid-muridnya. Kepada murid diberikan hadiah setiap selesai membaca sebuah buku. 

Buku yang ingin dibaca dan cocok untuk anak-anak sekolah dasar sangat banyak tersedia diperpustakaan sekolah itu. Setiap mengembalikan satu buku kepada gurunya, kepadanya diberikan satu stiker mirip meterai. Tetapi terlebih dahulu ditest apa isi buku itu, untuk meyakinkan bahwa si anak benar-benar sudah selesai membacanya.

Isi buku-buku bacaannya mirip isi buku “Budi Pekerti” yang menjadi bahan bacaan kami ketika masih di sekolah dasar dahulu tahun 1950-an. 

Misalnya, salah satu yang saya baca dan masih ingat, ialah cerita seorang anak usia 14 tahun menyelamatkan kereta api yang sedang menuju jembatan yang putus. Anak itu sudah hafal jam-jam kereta api lewat, karena keluarganya tinggal di dekat rel itu. Sungguh dramatis. Bagaimana si anak itu menggigil kedinginan ditimpa salju yang turun dengan lebatnya, berdiri sendirian sambil memegang obor di tengah rel. Dengan tegarnya dia menunggu kedatangan kereta api yang akan datang. Berkat jasa anak kecil itu, selamat lah nyawa ratusan orang.

Stiker-stiker itu ditempelkan di suatu pita yang juga diberikan gurunya dan digantungkan putra kami di dinding di atas meja belajarnya. Keinginannya untuk mencapai 10 stiker pasti lah menggebu-gebu. Karena bila sudah mencapai 10 lembar akan dapat dia uangkan menjadi 5 dollar. 

Setiba di rumah dan membawa pulang 5 dollar, dengan wajah berbunga-bunga dia meminta tambahan 2.5 dollar kepada ibunya. Maksudnya agar cukup membeli 3 eskrim dari Baskin Robbins, yang harganya 2.5 dollar, dan letaknya hanya 100 meter dari kediaman kami. Satu untuk dia sendiri dan 2 lagi untuk kedua adiknya.

Ketika sudah kembali ke Jakarta, semua koran dan majalah selalu dibacanya. Kalau tulisan saya dimuat di koran, mereka malah lebih dahulu mengeahuinya. Setelah 3 atau 4 hari, selalu menanyakan kepada ibunya apakah poswessel dari koran sudah datang. Seringkali saya harus “nombok” karena honor yang diberikan tidak cukup untuk makan saksang di Senayan dan menonton di bioskop.

Pada umumnya para orangtua di Barat memang sudah biasa membaca buku cerita sebagai pengantar tidur bagi putra-putrinya sejak kecil. Dengan demikian, ketertarikan si anak kepada buku sudah mulai ditanamkan sejak usia sangat dini. 

Mungkin cara-cara di atas tidak mudah untuk kita panuti. Saya rada pesimis ada apalagi banyak sekolah dasar kita yang memiliki perpustakaan yang punya banyak buku-buku yang cocok untuk anak-anak. 

Akan tetapi kalau orangtua punya niat kuat mendorong anak-anaknya agar suka membaca, pasti lah ada jalan keluar yang sesuai dengan kemampuannya masing-masing.

DIMANA PELUANG KADER-KADER GMKI TANJUNGPINANG UNTUK MENDORONG PENINGKATAN GEMAR MEMBACA BAGI ANAK-ANAK ZAMAN SEKARANG?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post