Kewenangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Terkait Dengan Dana Bagi Hasil
Makalah
Diajukan
Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Administrasi Keuangan Semester V
Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang
Oleh :
Hendra Hamongan Gurning
PROGRAM
STUDI ILMU PEMERINTAHAN
SEKOLAH
TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK RAJA HAJI TANJUNGPINANG
2011
KATA
PENGANTAR
Rasa
syukur yang dalam kami sampaikan ke hadiran Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat kemurahanNya makalah ini dapat
kami selesaikan sesuai yang diharapkan. Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen pengajar
dan
teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Dalam makalah ini kami membahas tentang “Kewenangan Pmerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah Terkait dengan Dana Bagi Hasi”.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan, oleh sebab itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Dan
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
teman-teman. Amin.
Tanjungpinang, 28 Oktober
2011
Penulis
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR
ISI................................................................................................. ii
BAB
I Pendahuluan...................................................................................... 1
A. Latar
Belakang........................................................................................ 1
B. TujuanPenulisan...................................................................................... 1
C. Perumusan
Masalah................................................................................ 1
BAB
II Kewenangan Dana Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah …....................................................................................................... 3
1. Pengertian............................................................................................... 3
A. Dana
Bagi hasil.................................................................................. 3
B. Minyak
Bumi..................................................................................... 4
C. Gas
Bumi........................................................................................... 5
D. Dana
Alokasi Umum.......................................................................... 5
E. Dana
Alokasi Khusus......................................................................... 6
2. Permasalahan.......................................................................................... 6
BAB
III Penutup........................................................................................... 9
A. Kesimpulan............................................................................................. 9
B. Saran ..................................................................................................... 9
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................... iii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah adalah salah satu
aspek dari hubungan pusat dan daerah yang terjadi karena adanya pembagian
kewenangan dan fungsi diantara tingkatan
pemerintahan sebagai perwujudan dari pelaksanaan asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan.
Hubungan keuangan antara pusat dan daerah
menyangkut pembagian tanggung jawab untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
tertentu, antara tingkatan-tingkatan pemerintahan dan pembagian sumber daya
masing-masing daerah dapat sesuai satu sama lain dibawah supervisi pusat. Lebih
mendasar lagi, hubungan pusat dan daerah menyangkut pembagian kekuasaan dalam
pemerintahan. Hak mengambil keputusan dibidang anggaran pemerintah yaitu
tentang bagaimana memperoleh dan membelanjakannya.
Untuk mendukung penyelenggaran otonomi daerah
diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara
proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan
sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
B.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah :
1.
Untuk memenuhi salah satu tugas yang
diberikan oleh dosen.
2.
Agar mahasiswa dapat mengetahui dan
mengerti tentang dana bagi hasil daerah.
3.
Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja
hasil-hasil pendapatan daerah yang ada di Tanjungpinang ini.
4.
Agar mahasiswa dapat mengetahui apa saja
sumber-sumber pendapatan daerah di Tanjungpinang ini.
C.
Perumusan
Masalah
Ada pun masalah-masalah
yang terdapat dalam makalah ini yaitu :
1.
Apakah dana bagi hasil sudah merata
disetiap daerah?
2.
Bagaimana pembagian dana bagi hasil
daerah?
3.
Apakah sumber-sumber dana bagi hasil
dapat dikelola dengan baik?
BAB
II
Kewenangan
Dana Bagi Hasil antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
1. Pengertian
Berdasarkan Undang-Undang No. 33 Tahun
2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, “Dana Perimbangan adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang
dialokasikan kepada Daerah untuk mendanai kebutuhan Daerah dalam rangka pelaksanaan
Desentralisasi”. Dana Perimbangan bertujuan mengurangi kesenjangan fiskal
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah dan antar Pemerintah Daerah.
- Dana Bagi Hasil
Menurut Pipin Syarifin dan Dedah
Jubaedah (2005:108) “Dana bagi hasil adalah dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka presentase untuk mendanai
kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi”.
Dana bagi hasil ini bersumber dari pajak dan
kekayaan daerah. Dimana menurut Pasal 11 ayat 1 UU No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi
Hasil yang berasal dari pajak terdiri dari :
1.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
2.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan (BPHTB),
3.
Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan
Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21”.
Sedangkan pada pasal 11 ayat 2
Undang-Undang No. 33 Tahun 2004, Dana Bagi Hasil yang berasal dari sumber daya
alam terdiri dari :
1.
kehutanan,
2.
pertambangan umum,
3.
perikanan,
4.
pertambangan minyak bumi,
5.
pertambangan gas bumi,
6.
pertambangan panas bumi ”.
Proporsi Dana Bagi Hasil menurut UU No.
33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut:
Dalam
Sektor Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Bumi
Sebelum dilakukan pembagian penghitungan
bagi hasil, hal pertama yang harus diketahui adalah definisi daerah penghasil.
Hal ini penting karena akan mempengaruhi presentase perhitungan bagi hasil.
Apabila suatu lokasi pertambangan berada di darat (onshore), mudah bagi kita untuk menentukan lokasi wilayah dari pertambangan
tersebut.
Namun yang menjadi masalah, bagaimana
menentukan kriteria daerah penghasil bagi lokasi yang terletak di laut (off shore)?
Daerah penghasil untuk wilayah offshore ditentukan sbb:
a.
Jika wilayah pertambangan tersebut
berada > 12 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk wilayah
pemerintah pusat
b.
Jika wilayah pertambangan tersebut
berada antara 4 - 12 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk
wilayah pemerintah provinsi dimana lokasi tersebut berada
c.
Jika wilayah pertambangan tersebut
berada kurang dari 4 mil maka lokasi pertambangan tersebut dianggap masuk
wilayah pemerintah kabupaten/kota dimana lokasi tersebut berada
- Minyak Bumi
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang
dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan
minyak bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen
pajak dan pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan 15,5%
untuk daerah. Dana bagi hasil dari pertambangan minyak bumi untuk daerah
sebesar 15% dibagi dengan imbangan 3% dibagikan untuk provinsi yang
bersangkutan, 6% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 6% dibagikan
untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan.
Sedangkan sisa dana bagi hasil dari
pertambangan minyak bumi untuk daerah yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk
menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang
bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan
untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
Bagian yang diterima oleh pemerintah
provinsi/kabupaten/kota tergantung dari definisi daerah penghasil. Jika daerah
penghasil merupakan pemerintah pusat (> 12 mil), maka hasil dari lapangan
migas tersebut 100% menjadi milik pemerintah pusat. Jika daerah penghasil
termasuk wilayah provinsi ( 4-12 mil), maka dari 15% share daerah, 5% merupakan
bagian pemerintah provinsi sedangkan 10% sisanya menjadi hak seluruh
kabupaten/kota di provinsi tersebut (dibagi rata). Jika daerah penghasil termasuk
wilayah kabupaten/kota (<4 mil), maka dari 15% share daerah, pemerintah
provinsi mendapatkan 3%, kabupaten/kota penghasil mendapatkan 6% dan
kabupaten/kota lainnya mendapatkan 6% (dibagi rata).
- Gas Bumi
Penerimaan pertambangan gas bumi yang
dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan
gas bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen pajak
dan pungutan lainnya dibagi dengan imbangan 69,5% untuk Pemerintah dan 30,5%
untuk daerah. Dana bagi hasil dari pertambangan gas bumi untuk daerah sebesar
30% dibagi dengan imbangan 6% dibagikan untuk provinsi yang bersangkutan, 12%
dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, dan 12% dibagikan untuk
Kabupaten/Kota dalam provinsi bersangkutan.
Sedangkan sisa dana bagi hasil dari
pertambangan gas bumi untuk daerah yang sebesar 0,5% dialokasikan untuk
menambah anggaran pendidikan dasar, dimana 0,1% dibagikan untuk Provinsi yang
bersangkutan, 0,2% dibagikan untuk Kabupaten/Kota penghasil, 0,2% dibagikan
untuk Kabupaten/Kota lainnya dalam provinsi yang bersangkutan
- Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum merupakan komponen
terbesar dalam dana perimbangan dan peranannya sangat strategis dalam
menciptakan pemerataan dan keadilan antar daerah. Sony Yuwono, Dwi Cahyono Utomo,
Suheiry Zein, dan Azrafiany A.R (2008) Dana Alokasi Umum digunakan untuk
mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan dan penguasaan pajak antara
pusat dan daerah, proporsi yang diberikan kepada daerah minimal sebesar 26%
(dua puluh enam persen) dari penerimaan dalam negeri neto.
Penggunaan Dana Alokasi Umum ditetapkan
oleh daerah. Penggunaan Dana Alokasi Umum dan penerimaan umum lainnya dalam
APBD harus tetap pada kerangka pencapaian tujuan pemberian otonomi kepada
daerah yaitu peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin
baik, seperti pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan.
- Dana Alokasi Khusus
Sesuai dengan Undang-Undang No.33 Tahun
2004 tentang perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, kegiatan khusus yang dimaksud adalah
* Kegiatan dengan kebutuhan yang tidak dapat
diperkirakan dengan rumus alokasi umum, dalam pengertian kebutuhan suatu daerah
tidak sama dengan kebutuhan daerah lain, misalnya kebutuhan di kawasan
transmigrasi, kebutuhan beberapa jenis investasi / prasarana baru, pembangunan
jalan di kawasan terpencil, serta saluran irigasi primer.
* Kebutuhan yang merupakan komitmen atau prioritas
nasional.
Menurut H.A.W Wijaya (2007) menyatakan
bahwa biaya administrasi, biaya penyiapan proyek fisik, biaya penelitian, biaya
perjalanan pegawai daerah, dan lain-lain biaya umum yang sejenis tidak dapat
dibiayai oleh dana alokasi umum.
2.
Permasalahan
Masalah pembagian dan alokasi dana bagi
hasil antara pusat dan daerah penghasil migas telah diatur dalam hukum positif
di Indonesia, yaitu Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan (selanjutnya disebut UU Perimbangan Keuangan. Selain itu
di dalam Pasal 20 ayat (2) ditetapkan pembagian lain ke daerah yaitu sebanyak 0,5
% dari hasil pertambangan migas dialokasikan untuk menambah anggaran pendidikan
dasar.
Dari keterangan di atas terlihat bahwa
ketentuan yang mengatur jumlah alokasi
dana bagi hasil yang menjadi hak daerah penghasil migas dan waktu
pendistribusiannya sebenarnya telah ada, namun belum dapat dijalankan
sebagaimana mestinya. Salah satu penyebabnya karena sanksi atas pelanggaran
kewajiban juga tidak ada. Sementara itu, ketentuan-ketentuan khusus
pertambangan belum ada yang mengatur mengenai mekanisme penuntutan hak oleh
pihak-pihak yang berhak atas hasil pertambangan tersebut. Hak disini dapat
berarti hak untuk mendapatkan bagian dari hasil, hak untuk memperoleh bagian
tepat waktu, hak untuk turut serta merasakan manfaat dari pertambangan
tersebut, dan hak untuk memperoleh informasi terkait dengan hak dan kewajiban
pihak terkait.
Ketiadaan peraturan ini tidak lantas
membuat pemerintah daerah penghasil migas tidak mampu berbuat apapun untuk
menuntut hak mereka. Saat ini, pemerintah dan DPR telah mengesahkan Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (selanjutnya disebut
UU KIP), yang akan mulai berlaku pada tanggal 30 April 2010. Pasal 3 UU KIP
menegaskan bahwa Undang-Undang ini bertujuan untuk; (1) menjamin hak warga negara
untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan publik, program kebijakan publik,
dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasan pengambilan suatu
keputusan publik; (2) mendorong partisipasi masyarakat dalam proses pengambilan
kebijakan publik; serta (3) meningkatkan peran aktif masyarakat dalam
pengambilan kebijakan publik dan pengelolaan Badan Publik yang baik. Lebih
lanjut lagi tujuan yang ingin dicapai nantinya adalah pemerintahan yang
bersifat transparan dengan fungsi pengawasan yang baik.
Hak daerah penghasil migas untuk meminta
informasi sehubungan dengan latar belakang ditetapkannya pembagian hasil atas
pertambangan migas serta alokasi dana sebenarnya sudah diatur di dalam
Undang-Undang. Pasal 4 ayat (2) UU KIP memberi hak kepada setiap orang (dalam
hal ini termasuk kelompok orang, badan hukum, atau badan publik) untuk
mengetahui informasi publik. Yang dimaksud dengan informasi publik berdasarkan
Pasal 1 angka 2 UU KIP adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dan/atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan penyelenggara
dan penyelenggaraan Negara dan/atau penyelenggara dan penyelenggaraan Badan
Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang ini serta informasi lain yang
berkaitan dengan kepentingan publik.
Pemerintah dalam hal ini Departemen
Keuangan dan BP Migas termasuk dalam kategori Badan Publik berdasarkan Pasal 1
angka 3 UU KIP karena sumber dananya berasal dari APBN dan/atau APBD. Karena
memenuhi unsur sebagai Badan Publik, maka sudah seharunya Pemerintah Pusat dan
BP Migas memiliki kewajiban untuk memberikan informasi yang diminta oleh
Pemerintah Daerah Penghasil Migas terkait dengan latar belakang penetapan
alokasi dana bagi hasil, realisasi dana bagi hasil, hingga ketepatan waktu
penyerahannya.
UU Perimbangan Keuangan telah menetapkan
hak daerah penghasil migas sebesar 15,5 % dengan perincian seperti tersebut di
atas serta waktu distribusi triwulan. Oleh sebab itu, sudah seharusnya
ketentuan tersebut menjadi acuan untuk mengalokasikan dana ke daerah penghasil
tersebut. Segala kebijakan yang mengakibatkan berkurangnya jumlah alokasi dana
maupun kebijakan yang menyebabkan keterlambatan pengalokasian dana wajib
diinformasikan ke daerah penghasil sebagai pihak terkait dan publik yang
meminta informasi tersebut. Sementara
itu, UU KIP juga telah memberikan penjelasan mengenai mekanisme memperoleh
informasi yang diatur dalam Pasal 21
sampai dengan Pasal 22 UU KIP, yang mana ketentuan teknisnya lebih rinci
akan diatur dalam Petunjuk Teknis mengenai Pengelolaan dan Pelayanan Informasi
Publik. Mekanisme memperoleh informasi ini didasarkan pada prinsip cepat, tepat
waktu, dan biaya ringan.
Badan Publik “hanya” berhak menyatakan
informasi tersebut tidak dapat diberikan dengan menyertakan alasannya apabila
merupakan kategori informasi yang dikecualikan berdasarkan Pasal 17 UU KIP,
yaitu informasi yang dapat menghambat proses penegakan hukum, dapat mengganggu
kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari
persaingan usaha tidak sehat, dapat membahayakan pertahanan dan keamanan
Negara, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia, dapat merugikan ketahanan
ekonomi nasional, dapat merugikan kepentingan hubungan luar negeri, dapat
mengungkapkan isi akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir
ataupun wasiat sesorang, dapat mengungkap rahasia pribadi, memorandum atau
surat-suart Badan Publik yang bersifat rahasia, serta informasi yang tidak
dapat diungkapkan berdasarkan Undang-Undang.
UU KIP seharusnya dapat menjadi sarana
bagi publik sebagai pihak yang terkait dalam berbagai kebijakan pemerintah
untuk berpartisipasi langsung mengawasi kinerja aparat pemerintah. Pemerintah
daerah yang mana di satu sisi sebagai pihak Pemohon informasi (mewakili
kepentingan publik) sudah saatnya bertindak pro aktif dalam meminta informasi
terkait dengan berbagai kebijakan pemerintah pusat terutama yang memiliki
hubungan langsung dengan daerahnya. Hal ini untuk membantu mewujudkan praktek
penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) karena kinerja Badan
Publik (dalam hal ini Departemen Keuangan dan BP Migas) yang menggunakan dana
rakyat (mendapatkan dana dari APBN dan/atau APBD) terpantau dan dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan demikian, diharapkan Badan Publik yang
bersangkutan akan berusaha memperlihatkan kinerja yang baik dengan adanya
transparansi setiap kegiatan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dana bagi hasil merupakan dana yang
bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka
presentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan
desentralisasi. Dana bagi hasil bersumber dari pajak dan sumber daya alam.
Dana bagi hasil yang bersumber dari
pajak terdiri dari : Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak Atas
Tanah dan Bangunan (BPHTB), dan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29
Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri dan PPh Pasal 21.
Dana bagi hasil yang bersumber dari
sumber daya alam terdiri dari : kehutanan, pertambangan umum, perikanan,
pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi, dan pertambangan panas bumi.
Penerimaan pertambangan minyak bumi yang
dibagikan ke daerah adalah penerimaan negara dari sumber daya alam pertambangan
minyak bumi dari wilayah daerah yang bersangkutan setelah dikurangi komponen
pajak dan pungutan lainnya dengan imbangan 84,5% untu Pemerintah dan 15,5%
untuk daerah.
B. Saran
Pemerintah Daerah seringkali merasa
tidak mendapatkan porsi DBH yang cukup untuk pembangunan daerahnya. Karena itu
pula, Pemda selalu mengkritik Pemerintah Pusat yang dinilai tidak transparan
dalam menentukan dan menetapkan besaran DBH bagi daerah. Terkesan Pemerintah
Pusat hanya sekedar memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang
diubah menjadi UU 33/2004, yang
mewajibkan dana perimbangan meliputi dana bagi hasil, dana alokasi umum, dan
dana alokasi khusus yang ditetapkan setiap tahun anggaran dalam Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Di sisi lain Pemerintah Pusat tidak
memperhatikan secara sungguh-sungguh,
apa yang menjadi tuntutan dan harapan daerah selama ini. Untuk itu
penulis menyampaikan beberapa saran untuk perbaikan dan perkembangan DBH :
1. UU
33 tahun 2004 yang secara langsung memuat kepentingan daerah, harus memberikan
akses yang seluas-luasnya kepada daerah untuk memperoleh DBH. Pemda harus berpartisipasi dalam proses penetapan
dan perhitungannya, sekurang-kurangnya tersedianya informasi yang transparan
dan akuntabel bagi daerah.
2. Dalam
hal terjadi disharmoni atau terdapatnya cacat kepentingan daerah pada UU
33/2004, Kami berpendapat dan setuju akan
perlunya revisi terhadap pasal-pasal dalam peraturan perundang-undangan
dalam rangka mendapatkan DBH yang
pantas.
3. Perlunya
pembenahan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah. Oleh sebab itu,
Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah harus menjadi payung hukum dan
diperlukan peraturan teknis lainnya yang memungkinkan perolehan DBH menjadi
maksimal.
4. Pemerintah
Daerah seharusnya tidak hanya menggantungkan
pembangunan daerahnya melalaui DBH dan APBD saja. Pemerintah Daerah sebaiknya mencari cara-cara
baru yang lebih progressif antara lain dengan membuka daerahnya bagi
pengembangan investasi dan strategi peningkatan ekonomi lainnya yang feasible dilakukan.
5. Pemerintah
pusat harus memastikan bahwa pencarian dana bagi hasil dapat mencapai daerah
sebelum tutup tahun anggaran sehingga daerah masih bisa memanfaatkannya.
Masalah penyerapan anggaran tiap tahun yang selalu muncul belum banyak memberi
pelajaran bagi Pemerintah Pusat untuk melakukan perbaikan.
6. Perlunya
dilakukan perubahan pada undang-undang pertambangan atau segera menerbitkan
peraturan pemerintah yang lebih bersifat teknis, karena dana
bagi hasil atas investasi di bidang pertambangan belum ideal.
7. Perlu
juga dicermati posisi negara terhadap korporasi produsen SDA (sumber daya
alam), apakah kebijakan negara sudah secara adil menguntungkan keduanya. Boleh jadi, Negara banyak dirugikan dalam
berbagai kontrak pertambangan atau ada pihak-pihak tertentu yang mengambil
keuntungan jangka pendek sehingga Negara dirugikan dan potensi penerimaan
Negara dari sektor pertambangan menjadi berkurang.
8. Pemda
semestinya dapat juga membuat perkiraan potensi penerimaannya, sehingga
terdapat data yang dapat diperbandingkan apabila terjadi selisih perhitungan
yang cukup besar yang dibuat oleh Pemerintah pusat. Pertimbangannya adalah perhitungan
dana bagi hasil adalah hal yang tidak mudah/rumit sebab banyak variabel yang
turut mempengaruhi termasuk keadaan keuangan Negara secara nasional dan
banyaknya departemen berikut “kepentingan”
yang menyertai dalam merumuskan formula dan perhitungan dana bagi hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Sumber dari Undang-undang
Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah
Sumber dari Buku
Kansil, CST. 2008. Sistem Pemerintahan Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Halim, Abdul.2002. Akuntasi Dan Pengendalian Keuangan Daerah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Sumber
dari Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Pendapatan_dan_Belanja_Negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar