Tinggi Iman, Tinggi Ilmu, Tinggi Pengabdian...

Rabu, 29 Juli 2015

HATI-HATI ! POLITIK PRAKTIS BERUJUNG SADIS

STIKOM

Beberapa waktu belakangan ini kita mendengar dan menyaksikan polemic yang terjadi tentang PEMILUKADA serentak. Banyak pandangan-pandangan yang diberikan oleh para pakar yang berasal dari bidangnya masing-masing. dan berita ini menjadi konsumsi hangat public. Peserta PEMILU baik calon maupun pemilih akan melakukan banyak aktivitas yang tidak jauh dari, meminta dukungan oleh calon dan mendukung oleh pemilih.

Perlu di ingat bawa yang kita pilih itulah yang akan jadi pemimpin kita. Jadi jangan sampai salah memilih. Pemilih yang cerdas adalah memilih dengan banyak pertimbangan terhadap calon bukan mempertimbangkan berapa banyak uang yang disuguhkan oleh calon atau tim sukses calon. Pemilh harus jeli
melihat kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik di dalam diri setiap calon. Setiap pemilu Orang selalu berkata nasib rakyat ada ditangan rakyat yang dalam hal ini bicara soal kepercayaan yang diberikan kepada calon yang akan dipilih. Namun kenyataannya kita bisa menyaksikan sendiri seperti apa dunia kepemimpinan dikalangan pemimpin kita. Dan perlu diingat pendidikan ternyata tidak menjanjikan moral yang baik. Banyak yang berpendidikan tinggi namun moralnya tidak baik sebut saja para koruptor yang katanya berpendidikan tinggi. Kita bisa melihat menteri kelautan sampai sebatas mana jenjang
pendidikannya namun dia mampu berprestasi. Hal-hal seperti ini lah yang perlu dinilai para pemilih yang cerdas bukan cerdas mencari calon yang memberi imbalan. Pemilih perlu menekankan pada diri sendirii bahwa pemilu bukanlah ajang mencari uang sogokan namun ajang penentuan nasib kemajuan daerah dan rakyat secara umum. 
Calon-calon yang akan dipilih itulah calon pemimpin, namun perlu diketahui oleh pemilih sepertia apa kriteria pemimpin yang baik yang tidak jauh dari kalimat Sedikit bicara banyak bertindak” artinya selalu menghindari omong kosong. Seperti yang kita ketahui sebelum hari H pemilu banyak calon-calon yang akan dipilih melontarkan janji-janji manis, namun seperti apa kenyataannya? Janji hanya sekedar menarik perhatian para pemilih, bukan untuk dipenuhi. Melanggar janji merupakan suatu hinaan bagi diri sendiri apalagi janji itu hanya sebuah alat untuk mencari kepercayaan. Pada kesempatan ini ada beberapa hal terkait politik praktis.
Politik praktis adalah sebuah dunia ketika segala itikad, motif, kepentingan, dan ambisi, hadir bersamaan dan saling berhimpit untuk memperebutkan kekuasaan. Secara kasat mata, kekuasaan yang dimaksud tak lain adalah jabatan, kedudukan atau posisi. Namun secara implisit, yang diperebutkan sesungguhnya adalah otoritas dan wewenang untuk membuat keputusan-keputusan publik. Sebagian kalangan mengatakan politik praktis itu kejam tapi asyik apalagi politik itu money politic. Politik praktis dalam pemilu merupakan cara sederhana dan cara mudah yang dilakukan oleh colon maupun team sukses calon untuk menarik perhatian para pemilih. beberapa karakter dasar politik praktis yang dapat kita saksikan hari ini, diantaranya dapat disebutkan:
Politik Praktis Tidak Ada Yang Pasti
cara terbaik untuk memahami dunia politik praktis adalah dengan cara mengalaminya sendiri. tidak ada yang pasti di dunia politik praktis kecuali ketidakpastian dan kepentingan itu sendiri. Berbeda dengan urusan ekonomi, sosial, budaya, dan bahkan militer. Dalam urusan politik praktis, tidak ada epistemologi, strategi, metode, taktik, atau pola-pola pemikiran dan tindakan yang pasti. Dalam kisah sejarah Mungkin kita masih mengingat tentang bagaimana Harmoko yang dulunya selalu minta restu ke Soeharto setiap akan melakukan kegiatan kenegaraan, tiba-tiba mengeluarkan statement yang menyudutkan posisi Soeharto di akhir rezim Orde Baru. Atau kita bisa simak ketika Amien Rais dan Gus Dur yang sebelumnya tampil bak saudara kembar untuk menduduki posisi politik paling penting di negara ini, yakni Ketua MPR RI dan Presiden RI, belakangan tiba-tiba menjadi dua tokoh sentral yang saling berhadap-hadapan. Bagaimana bisa seorang Amien Rais tiba-tiba ikut menjatuhkan Gus Dur dan kemudian menggantikannya dengan Megawati yang nota bene sejak lama tak pernah “akur” dengannya?

Jawabannya adalah itulah politik praktis. Di dalamnya urusan kesetiaan dan solidaritas sesungguhnya tak lain hanya soal kecocokan di masa-masa penantian menjelang datangnya masa cekcok.

Politik Praktis Seperti Bermain Judi
berpolitik praktis seperti layaknya bermain judi, karena di dalamnya dipertaruhkan apa saja untuk mengalahkan lawan. Tak ada perasaan jenuh dan bosan dalam membicarakannya. Kita bisa melihat, bagaimana para elit dan praktisi politik rela duduk berjam-jam hingga tengah malam, sambil mengepulkan asap dan menghabiskan bercangkir-cangkir kopi, demi untuk membincang dan membedah urusan politik praktis.
Politik Praktis Penuh Kekerasan dan Tipu Daya
ranah politik praktis juga dipenuhi tipu muslihat. Di era “politik keemasan” sekarang ini, apapun dapat dapat direkayasa melalui media teknologi dan dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan tujuan politik itu sendiri. Demikianlah keadaannya di dunia politik praktis, setiap orang yang eksis di dalamnya harus siap menghadapi kerumunan orang-orang ambisius yang haus kekuasaan dan kemenangan. Orang-orang seperti itulah yang biasanya tidak mengenal belas kasihan, dan selalu berpikir bagaimana Anda bisa celaka, gagal, dan kalah yang pada akhirnya hancur tanpa sisa.

Pemilukada serentak yang akan digelar dalam waktu dekat diharapkan adalah pimilu yang baik dan berintegritas tanpa mengabaikan nilai-nilai moral.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Popular Post