Beberapa
waktu belakangan ini kita mendengar dan menyaksikan polemic yang terjadi
tentang PEMILUKADA serentak. Banyak pandangan-pandangan yang diberikan oleh
para pakar yang berasal dari bidangnya masing-masing. dan berita ini menjadi
konsumsi hangat public. Peserta PEMILU baik calon maupun pemilih akan melakukan
banyak aktivitas yang tidak jauh dari, meminta dukungan oleh calon dan
mendukung oleh pemilih.
Perlu
di ingat bawa yang kita pilih itulah yang akan jadi pemimpin kita. Jadi jangan
sampai salah memilih. Pemilih yang cerdas adalah memilih dengan banyak
pertimbangan terhadap calon bukan mempertimbangkan berapa banyak uang yang
disuguhkan oleh calon atau tim sukses calon. Pemilh harus jeli
melihat
kriteria-kriteria kepemimpinan yang baik di dalam diri setiap calon. Setiap
pemilu Orang selalu berkata nasib rakyat ada ditangan rakyat yang dalam hal ini
bicara soal kepercayaan yang diberikan kepada calon yang akan dipilih. Namun
kenyataannya kita bisa menyaksikan sendiri seperti apa dunia kepemimpinan
dikalangan pemimpin kita. Dan perlu diingat pendidikan ternyata tidak
menjanjikan moral yang baik. Banyak yang berpendidikan tinggi namun moralnya
tidak baik sebut saja para koruptor yang katanya berpendidikan tinggi. Kita
bisa melihat menteri kelautan sampai sebatas mana jenjang pendidikannya namun dia mampu berprestasi. Hal-hal seperti ini lah yang perlu dinilai para pemilih yang cerdas bukan cerdas mencari calon yang memberi imbalan. Pemilih perlu menekankan pada diri sendirii bahwa pemilu bukanlah ajang mencari uang sogokan namun ajang penentuan nasib kemajuan daerah dan rakyat secara umum.
Calon-calon
yang akan dipilih itulah calon pemimpin, namun perlu diketahui oleh pemilih
sepertia apa kriteria pemimpin yang baik yang tidak jauh dari kalimat “Sedikit
bicara banyak bertindak” artinya selalu menghindari omong kosong.
Seperti yang kita ketahui sebelum hari H pemilu banyak calon-calon yang akan
dipilih melontarkan janji-janji manis, namun seperti apa kenyataannya? Janji
hanya sekedar menarik perhatian para pemilih, bukan untuk dipenuhi. Melanggar
janji merupakan suatu hinaan bagi diri sendiri apalagi janji itu hanya sebuah
alat untuk mencari kepercayaan. Pada kesempatan ini ada beberapa hal terkait
politik praktis.
Politik praktis adalah
sebuah dunia ketika segala itikad, motif, kepentingan, dan ambisi, hadir
bersamaan dan saling berhimpit untuk memperebutkan kekuasaan. Secara kasat
mata, kekuasaan yang dimaksud tak lain adalah jabatan, kedudukan atau posisi.
Namun secara implisit, yang diperebutkan sesungguhnya adalah otoritas dan
wewenang untuk membuat keputusan-keputusan publik. Sebagian kalangan mengatakan
politik praktis itu kejam tapi asyik apalagi politik itu money politic. Politik
praktis dalam pemilu merupakan cara sederhana dan cara mudah yang dilakukan
oleh colon maupun team sukses calon untuk menarik perhatian para pemilih. beberapa
karakter dasar politik praktis yang dapat kita saksikan hari ini, diantaranya
dapat disebutkan:
Politik Praktis Tidak Ada Yang Pasti
cara
terbaik untuk memahami dunia politik praktis adalah dengan cara mengalaminya
sendiri. tidak ada yang pasti di dunia politik praktis kecuali ketidakpastian
dan kepentingan itu sendiri. Berbeda dengan urusan ekonomi, sosial, budaya, dan
bahkan militer. Dalam urusan politik praktis, tidak ada epistemologi, strategi,
metode, taktik, atau pola-pola pemikiran dan tindakan yang pasti. Dalam kisah
sejarah Mungkin kita masih mengingat tentang bagaimana Harmoko yang dulunya
selalu minta restu ke Soeharto setiap akan melakukan kegiatan kenegaraan,
tiba-tiba mengeluarkan statement yang menyudutkan posisi Soeharto di akhir
rezim Orde Baru. Atau kita bisa simak ketika Amien Rais dan Gus Dur yang
sebelumnya tampil bak saudara kembar untuk menduduki posisi politik paling
penting di negara ini, yakni Ketua MPR RI dan Presiden RI, belakangan tiba-tiba
menjadi dua tokoh sentral yang saling berhadap-hadapan. Bagaimana bisa seorang
Amien Rais tiba-tiba ikut menjatuhkan Gus Dur dan kemudian menggantikannya dengan
Megawati yang nota bene sejak lama tak pernah “akur” dengannya?
Jawabannya
adalah itulah politik praktis. Di dalamnya urusan kesetiaan dan solidaritas
sesungguhnya tak lain hanya soal kecocokan di masa-masa penantian
menjelang datangnya masa cekcok.
Politik
Praktis Seperti Bermain Judi
berpolitik
praktis seperti layaknya bermain judi, karena di dalamnya dipertaruhkan apa
saja untuk mengalahkan lawan. Tak ada perasaan jenuh dan bosan dalam
membicarakannya. Kita bisa melihat, bagaimana para elit dan praktisi politik
rela duduk berjam-jam hingga tengah malam, sambil mengepulkan asap dan
menghabiskan bercangkir-cangkir kopi, demi untuk membincang dan membedah urusan
politik praktis.
Politik Praktis Penuh Kekerasan dan
Tipu Daya
ranah politik praktis juga dipenuhi tipu muslihat. Di era
“politik keemasan” sekarang ini, apapun dapat dapat direkayasa melalui media
teknologi dan dikemas dalam bentuk yang sesuai dengan tujuan politik itu
sendiri. Demikianlah keadaannya di dunia politik praktis, setiap orang yang eksis
di dalamnya harus siap menghadapi kerumunan orang-orang ambisius yang haus
kekuasaan dan kemenangan. Orang-orang seperti itulah yang biasanya tidak
mengenal belas kasihan, dan selalu berpikir bagaimana Anda bisa celaka, gagal,
dan kalah yang pada akhirnya hancur tanpa sisa.
Pemilukada serentak
yang akan digelar dalam waktu dekat diharapkan adalah pimilu yang baik dan
berintegritas tanpa mengabaikan nilai-nilai moral.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar